Rabu, 07 Desember 2011

AKU DAN ENTAH SIAPA

karya Diana timoria


Aku(A): Dalam keremangan senja aku mulai teringat lagi tentang dia. Mengapa aku terus merindukannya?
Entah siapa(ES): Karena kamu terus memacu memorimu untuk mengingat dia. Tak perlu terus merindukannya.
A: Apa? Haruskan rindu ini kupagari? Aku tak sanggup, aku lemah, tersungkur tak berdaya, menghamba di bawah kerinduanku. Tak bisa kukekang rinduku, rindukulah yang merangkulku erat-erat, tak pernah sudi menceraikanku.
ES: Selemah itukah kamu? Tak dapat kupercaya, itu seperti bukan dirimu.
A: Tapi, inilah aku, tak dapat kubantah setiap bagian diriku sendiri. Telah kujabarkan kesetiaanku dalam penantian ini tetapi masih ada insan yang belum pahami jadi aku mesti terus menjabarkan, agar semua tahu kesetiaan adalah sebuah penantian panjang.
ES: Kebohongan apa lagi yang sedang kau ungkap?
A: Kebohongan? Hei... perlukah kutempeli lafalan kejujuran di keningku agar kamu tahu kalau aku pun masih memaknai sebuah kejujuran?
ES: Tak perlu demikian, tapi aku tahu kamu bohong.
A: Tidak!!!
ES: Kamu bohong.
A: Mengapa?
ES: Kamu tahu apa yang ada di batas penantianmu. Bukan cuma kamu, tapi setiap insan berlogika pun tahu, tak usah terus mempertahankannya, karena kamu pun sadari , kamu akan melepaskannya.
A: Tapi,,,
ES: Jangan membantah setiap fakta yang terukir nyata di depanmu. Sekuat apa pun kamu mempertahankannya, seerat apa pun kamu merangkulnya, semesra apa pun kamu merayunya dia tetap akan pergi. Kamu tetap harus merelakannya. Dia akan menjadi hamba Tuhan seutuhnya.
A: Hentikan!!! Mengapa tak kau pahami jeritan hatiku? Setiap malam selalu kusebut namanya, berharap dia mendengar melalui terpaan angin malam, setiap desah nafasku mengandung takaran cinta yang begitu besar padanya, setiap pijakan kakiku penuh harap bertemu dengannya. Lalu, haruskah aku menyrah? Membiarkannya pergi tanpa sempat menyentuhnya? Tidak, sungguh suatu lelucon jika aku harus demikian. Setiap gelap malam akan tertawakan diriku jika aku selemah itu untuk bertemu dengannya.
ES: Kamu terlalu bodoh untuk orang yang mengenal cinta. Kamu terlalu egois untuk orang yang mengatas namakan cinta yang telah pasti tak teraih dalam penantian semu. Kamu betul-betul perlu di beri privat cinta.
A: Oya? Lalu apa yang kamu tahu tentang cinta? Paling-paling Cuma perasaan suka pada seseorang, iya kan? Ahh,,itu Cuma penjabaran sederhana. Aku mengetahui cinta lebih dari yang kupahami dalam logikaku. Jika kujabarkan cinta, takkan cukup lembaran-lembaran folio itu, takkan cukup malam-malam yang akan kamu lewati. Banyak yang kuketahui tentang cinta, meski tak sebanyak hal yang kuketahui tentangnya.
ES: Lalu apa maumu?
A: Mauku? Mengapa kau pertanyakan itu? Belum jugakah kau mengerti?
ES: Kamu pribadi yang membingungkan?
A: Atas dasar apa kamu berkata demikian
ES: Kamu tahu bahwa jika sang waktu kasihan pada kamu dan mewujudkan impianmu untuk bertemu dengannya maka pada saat itu pula kamu harus melepaskan dia, tapi kamu tetap menanti, bukankah itu penantian yang sia-sia?
A: Aku menanti untuk satu alasan.
ES: Apa alasan yang begitu kamu banggakan?
A: Aku menantikannya untuk melepaskannya.
ES: Hahahahaha Apakah dunia sudah berubah? Apakah sekarang badut-badut cinta memenuhi setiap sudut kota ini? di mana aku berada? Negeri cinta? Kota cinta? Taman cinta? Tolong jangan buat aku tertawa dengan kepolosanmu.
A: Aku tak mengerti.
ES: Aku ingn bertanya kamu bodoh atau polos?
A: Maksudmu?
ES: Mengapa penantian yang kau lewati bersama kepedihan hatimu hanya bertujuan melepaskannya? Mengapa tak kamu raih dirinya jika telah terwujud nyata di depan matamu? Mengapa kamu harus merenggangkan rangkulanmu saat kamu telah merangkulnya erat-erat?
A: Karena jika penantianku telah usai dan telah merangkulnya dengan segala cinta yang kupunya maka cinta itu pun akan merelakannya untuk meraih kebahagiaan mimpinya, saat itu pula aku tak berhak menantinya karena ia telah menjadi penantian banyak insan. Aku akan melepaskannya, membiarkannya masuk ke ruang mimpinya.
ES: Bilamanakah saat itu tiba?
A: Entahlah, cuma sang maha tahu yang mengetahuinya. Aku tak dapat melampauiNya. Tugasku hanyalah menanti hingga saat itu tiba.
ES: Yakinkah diriku bahwa hatimu akan sanggup merelakannya?
A: Air mataku akan menjawabnya, tangisku akan berkisah padamu.
ES: Selemah itukah kamu?
A: Kuakui itu, karena untuk merelakannya kubutuhkan air mata untuk melunturkan arti penantianku, kubutuhkan tangis untuk mengelabui kecewaku.
ES: Dapatkah kuberkomentar sekali lagi?
A: Dengan senang hati kan kudengar.
ES: Kamu gadis yang telah membunuh arti kata menyerah, kamu telah meremukkan kebosanan. Kamu menghancurkan berkeping-keping hinaan pada kesetiaan. Teruslah menanti hingga kamu mampu melepaskannya. Jika waktu telah tiba, menangislah dan biarkan dia hilang bersama air matamu.
A: Siapakah kamu sebenarnya? Tak dapat kubendung lagi rasa penasaran yang makin bergejolak dalam hatiku.
ES: Aku?
A: Ya, kamu.
ES: Aku pun tak tahu, aku ini entah siapa.

Dari tumpukan yang nyaris terlupakan, untuk seorang gadis, teman baikku, yang masih terus menanti.

0 komentar:

Posting Komentar