Rabu, 01 Juni 2011

Inginku,kekasihku

karya Imelda Hebi

Malam sudah berlalu terlalu jauh sebelum sempat ku sadari. Ku lirik arloji,sudah hampir jam 3.
Herannya aku belum juga mengantuk.
Aku bangun dan beranjak dari pembaringanku. Sejenak mencari sendal dieryku dan ternyata ku dapati tidak jauh dari tempat tidur.
Setiap bayangan menari-nari dalam terpaan cahaya pelita yg temaram. Rasa capekku belum juga hilang sejak turun dari kapal awu 3 jam yg lalu.
Perlahan ku buka pintu yg perlahan berderit. Aku berusaha tidak membangunkan bapa dan mama yg telah tertidur. Aku pun berjalan keluar menembus kegelapan malam, melintasi rumput-rumput yg telah berembun. Dari jauh,suara debur ombak memanggilku. Ah, aku jadi teringat rambu. Sedih hatiku merasakan waktu indah kami telah berakhir. Dulu kami sering bermain di laut ini,berlomba-lomba siapa yg bisa melukis paling bagus. Dan aku tau,aku selalu kalah.
Jari Rambu bagai tongkat ajaib sang peri yg mampu menyulap pemandangan indah.
Jika begitu,aku pasti akan usil merubah pohon kelapanya menjadi om-om gondrong. Aku tersenyum dan menghelah napas panjang. Aku sudah tiba di laut. Langit begitu bersih dan cemerlang tanpa awan dan bulan. Bintang-bintang berkilau cantik. Aku teringat rambu lagi. Dan 4 tahun tanpa pertemuan. Apakah dia sudah melupakanku? Aku begitu bangga menjadi sarjana dan pulang dengan gagah hanya untuk dia.
Tapi malam ini, setelah ku tanyakan pada mama, ternyata Rambu telah menerima pinangan orang lain. Ijasah yg kini tersimpan rapih di dalam tas ranselku menjadi tidak berarti lagi. Bahkan besok pagipun aku tak mampu menerima tatapan ibah dari semua orang di kampung ku.
Aku berjalan selangkah demi langkah,memasuki air yg terasa hangat sedang ombak mulai membasahi kaki celanaku. Sekarang air ini sudah sebatas dada. Laut makin tenang dan hangat. Angin laut hanya bisa meniup rambutku jadi berantakan. " Sedikit lagi " gumanku dalam hati. Aku tersenyum aneh bahkan mungkin mengerikan kalau saja ada yg sempat melihatnya.
Aku sudah sepenuhnya berada dalam air ketika berpikir terlambat untuk kembali. Sekalipun bisa aku tak mau. Dadaku mulai sesak.aku bertahan. Bayangan rambu berdiri di hadapanku. Ia mengatakan sesuatu yg tidak bisaku dengar. Aku merasakan tubuhku terbawa arus bawah laut yg kuat. Aku memejamkan mata. Tanah tempat nenek moyangku berada akan menyambut kedatanganku. Tanah yg damai tanpa semua ini.
Lalu beberapa detik kemudian semuanya menjadi gelap...

31 mei 2011
Teringat laut padadita dan sang biksu.

0 komentar:

Posting Komentar